Strategi Bulk WhatsApp untuk Bisnis Online Shop

Pernahkah kamu merasa pesan promosi yang kamu kirim hanya berakhir seperti suara teriakan di tengah pasar malam ramai, berisik, tapi tidak ada yang benar-benar mendengarkan?

Nah, di sinilah Bulk WhatsApp masuk sebagai penyelamat. Bukan sekadar spam, strategi ini bisa jadi “senjata rahasia” untuk menumbuhkan penjualan, membangun hubungan, dan bahkan menciptakan fanbase pelanggan yang loyal.

Bayangkan, kamu punya 1.000 nomor pelanggan. Lalu hanya dengan sekali klik, semua orang itu bisa tahu kalau produk barumu sudah rilis.

Mudah, cepat, dan murah. Tapi tentu saja, kalau tidak ada strateginya, hasilnya bisa bencana: pesanmu dianggap mengganggu, bahkan diblokir massal.

Jadi, bagaimana caranya mengubah Bulk WhatsApp dari sekadar broadcast menjadi mesin penghasil omzet yang efisien? Yuk, kita kupas tuntas.

Apa Itu Bulk WhatsApp

Bulk WhatsApp adalah istilah untuk mengirim pesan WhatsApp dalam jumlah banyak sekaligus ke banyak orang dalam satu waktu. Jadi, kalau biasanya kamu harus kirim chat satu per satu, dengan Bulk WhatsApp kamu bisa “broadcast” pesan promosi, pengumuman, atau notifikasi ke ratusan bahkan ribuan nomor pelanggan hanya dengan sekali klik.

Namun, berbeda dengan fitur Broadcast List bawaan WhatsApp biasa yang terbatas (hanya bisa ke 256 kontak sekaligus dan harus menyimpan nomor satu sama lain), Bulk WhatsApp biasanya menggunakan aplikasi atau layanan pihak ketiga, atau WhatsApp Business API. Dengan ini, bisnis online bisa lebih leluasa:

  • Mengirim ribuan pesan secara otomatis.
  • Menjadwalkan pesan sesuai waktu tertentu.
  • Membuat pesan lebih personal (menyebut nama pelanggan, produk favorit, dsb.).
  • Melacak siapa yang membaca dan membalas pesan.

Sederhananya, Bulk WhatsApp itu alat marketing yang membuat komunikasi bisnis jadi lebih cepat, masif, tapi tetap bisa terasa personal.

Baca Juga: Strategi Storytelling Marketing Produk Makanan

Mengapa Harus WhatsApp?

Kalau kamu bangun bisnis online shop tapi masih mengandalkan flyer digital atau SMS blast, kemungkinan besar kamu hanya membuang waktu.

Orang sekarang jarang buka SMS kecuali untuk OTP atau notif bank. Email? Hmm, sebagian besar malah terjebak di folder spam.

Sedangkan WhatsApp, hampir semua orang buka. Bahkan riset We Are Social tahun 2024 menyebutkan, pengguna Whatsapp di Indonesia sebanyak 90,9% dari jumlah populasi.

WhatsApp bukan sekadar aplikasi chatting. Ia sudah menjadi “ruang tamu digital” masyarakat. Orang bangun tidur, buka WhatsApp. Mau tidur, buka WhatsApp lagi.

Dari sini kita bisa melihat satu fakta: kalau pesan promosi dikirim lewat WhatsApp, peluang dibaca jauh lebih besar dibanding media lain.

Tingkat open rate WhatsApp bisa mencapai lebih dari 90%, jauh melampaui Email dan SMS.

Tapi, ada catatan penting. Tingginya open rate bukan berarti semua orang senang menerima pesan promosi. Justru kalau kamu salah langkah, bisa kena label “tukang spam” dalam hitungan detik.

Inilah mengapa strategi Bulk WhatsApp untuk bisnis online shop harus dirancang dengan cerdas.

Strategi Bulk WhatsApp untuk Bisnis Online Shop

Berikut ini adalah strategi bulk whatsapp yag perlu Anda ketahui :

Personalisasi adalah Kuncinya

Nah, di sinilah banyak online shop jatuh ke lubang yang sama. Mereka asal kirim pesan: “Promo besar-besaran! Diskon semua produk! Klik link sekarang!” tanpa menyebut nama pelanggan, tanpa konteks, tanpa kehangatan. Akhirnya? Dihapus. Atau lebih parah lagi, diblokir.

Dalam studi “Response Time Matters”, ditemukan bahwa bila lead dihubungi dalam 5 menit, rasio konversi bisa 8× lebih tinggi dibanding menunggu 5 menit sampai 24 jam.

Jadi, personalisasi bukan sekadar formalitas, melainkan faktor krusial.

Contohnya:

  • Kurang tepat: “Promo hari ini! Diskon 30% untuk semua produk. Klik link di sini.”
  • Lebih tepat: “Halo Bu Rina, produk skincare favorit Ibu hari ini lagi diskon 30%, loh. Promo hanya sampai malam ini. Mau saya simpanin dulu sebelum kehabisan?”

Mana yang lebih bikin penasaran? Tentu yang kedua. Karena orang merasa dihargai, bukan sekadar target penjualan.

Personalisasi bisa dilakukan dengan:

  • Menyebut nama penerima.
  • Menyebut produk yang pernah dibeli sebelumnya.
  • Mengirim pesan sesuai momen (ulang tahun, hari raya, atau jam belanja favorit).

Dengan begini, Bulk WhatsApp bukan lagi blast massal tanpa rasa, tapi komunikasi yang terasa pribadi.

Timing adalah Segalanya

Kapan waktu terbaik mengirim pesan promosi lewat WhatsApp? Ini pertanyaan klasik, tapi jawabannya tidak sesederhana “pagi hari” atau “malam hari.” Semua tergantung pada behavior pelanggan.

Nah, pada pagi hari (sekitar 8.00–11.00) banyak orang baru memulai aktivitas mereka memeriksa notifikasi, merapikan agenda hariannya, atau membuka aplikasi chat terlebih dahulu.

Di sinilah promosi ringan atau pengumuman relevan punya peluang diterima dengan lebih baik.

Namun, jika pesan terlalu “berorientasi penjualan” di pagi-pagi sekali setelah bangun, ada kemungkinan pesan tersebut dianggap mengganggu.

Beberapa sumber merekomendasikan rentang 9.00–11.30 pagi sebagai salah satu waktu efektif untuk kampanye WhatsApp.

Saat siang (misalnya 12.00–14.00) juga bisa menjadi momen yang baik karena orang sedang istirahat makan siang dan cenderung membuka ponsel untuk mengecek pesan.

Pesan promosi santai atau diskon untuk makan siang / pesanan cepat sering mendapat respon lebih baik.

Menjelang sore hingga malam (sekitar 17.00–21.00) adalah periode “prime time” bagi banyak bisnis B2C karena orang pulang kerja, santai, dan punya lebih banyak waktu untuk membuka aplikasi dan mempertimbangkan tawaran.

Banyak pemasar memilih jam sekitar 6.30–8.00 malam sebagai waktu promosi yang efektif.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Jenis pelanggan dan karakteristik demografis. Pelanggan yang bekerja kantoran mungkin tidak merespons promosi saat jam kerja (terlalu sibuk), sementara pelanggan yang punya fleksibilitas waktu bisa merespon kapan saja.
  • Jenis produk / layanan. Produk kebutuhan harian, makanan, atau hiburan cocok disampaikan menjelang makan siang atau malam. Produk investasi atau profesional mungkin lebih cocok dikirim di jam kerja (pagi–siang) ketika pikiran masih “aktif”.
  • Frekuensi dan kenyamanan. Jangan mengirim terlalu sering pada jam-jam yang sama karena bisa dianggap spam. Jaga agar pesan tidak masuk “waktu pribadi” pelanggan (terlalu pagi atau sangat larut malam).
  • Uji A/B dan monitoring. Karena perilaku tiap segmen berbeda, penting untuk melakukan tes pengiriman pada jam-jam berbeda dan melihat data open rate, klik, atau respon untuk menentukan waktu ideal untuk audiensmu sendiri. Beberapa sumber menekankan pentingnya “sesuaikan dengan waktu audiens, bukan asumsi jam ideal global”.

Jadi, tidak ada “jam terbaik universal”, tapi kombinasi antara pagi-menjelang siang dan sore-ke-malam seringkali menjadi window ideal.

Hal terpenting, pahami kapan audiensmu paling aktif (melalui data & pengujian) dan sesuaikan strategi pengiriman promosi WhatsApp berdasarkan itu.

Coba bayangkan kamu kirim pesan promo jam 7 pagi. Apa yang terjadi?

Sebagian orang mungkin masih buru-buru berangkat kerja, atau malah belum sempat membuka chat selain urusan kantor. Hasilnya? Pesanmu tenggelam di bawah puluhan chat grup keluarga dan kantor.

Tapi kalau kamu kirim jam 7 malam, ketika orang sudah santai di rumah sambil rebahan scrolling ponsel, kemungkinan besar pesanmu dibaca. Bahkan bisa langsung direspon.

Ada beberapa waktu emas untuk broadcast WhatsApp:

  • Pagi jam 09.00–11.00 → orang sudah mulai kerja, tapi belum terlalu sibuk.
  • Siang jam 12.00–13.00 → saat istirahat makan siang.
  • Malam jam 19.00–21.00 → waktu santai di rumah.

Tentu saja, ini perlu diuji coba. Setiap audiens punya pola berbeda. Online shop yang jual makanan cepat saji mungkin lebih efektif kirim pesan jam makan siang, sedangkan fashion store lebih cocok malam hari.

Jangan Lupa Storytelling

Orang benci iklan, tapi mereka suka cerita. Ini fakta. Jadi kalau kamu hanya kirim pesan “diskon 50%, beli sekarang!”, kemungkinan besar responnya dingin.

Tapi kalau kamu bisa membungkus pesan dengan storytelling, efeknya luar biasa.

Ketika kamu menyisipkan elemen cerita dalam pesan promosi lewat WhatsApp, kamu mengubah komunikasi dari sekadar “transaksi” menjadi “pengalaman”.

Kemudian Anda bisa memulai dengan “Beli sekarang! Diskon 20 %!”: “Dulu kami pernah punya pelanggan yang mengalami… lalu dia mencoba produk ini dan menemukan… akhirnya hidupnya berubah menjadi begitu…”

Nah, dengan begitu pembaca tidak hanya melihat produk, tetapi merasakan perjalanan emosional.

Karena, menurut studi oleh Greg Stephens, Lauren Silbert, dan Uri Hasson menunjukkan bahwa saat pencerita dan pendengar “terhubung” melalui cerita, aktivitas neuron mereka dapat “tersinkronisasi” (neural coupling).

Artinya, ketika cerita disampaikan dengan baik dan pendengar memperhatikannya, pola aktivitas otak pendengar bisa mirip dengan pola otak si pencerita.

Studi tentang efek storytelling dalam iklan menunjukkan bahwa story ads (narasi yang memuat karakter, konflik, resolusi) bisa memicu empati konsumen terhadap karakter dalam cerita, dan melalui empati itu konsumen “merasakan sendiri” manfaat atau dampak produk/layanan tersebut.

Ketika audiens merasa “terlibat” dalam cerita mereka ingin tahu “apa yang terjadi selanjutnya”, “bagaimana hasilnya”, mereka lebih terbuka untuk mendengarkan pesan promosi yang kamu sematkan.

Di platform seperti WhatsApp, storytelling bisa diadaptasi dalam bentuk micro-stories: rangkaian pesan bertahap (misalnya 3–5 pesan), setiap pesan mengungkap sedikit cerita (masalah, perjuangan, solusi) sebelum akhirnya memperkenalkan produk, promo, atau ajakan tindakan.

Nonprofit sering menggunakan metode ini: menyusun storytelling dalam WhatsApp yang punya struktur “problem – solusi – dampak – ask (ajakan)” agar pesan terasa personal dan relevan.

Selain itu, bagi banyak pengguna digital, cerita terasa lebih “nyambung” dibanding iklan biasa.

Dalam artikel, menemukan bahwa unsur naratif seperti alur cerita (plot), karakter (characters), dan verisimilitude (tingkat keterpercayaan/suasana realistis) mampu memicu respons kognitif (pemikiran), emosional (perasaan), dan perilaku (interaksi) dari konsumen.

Dengan kata lain, cerita yang menggugah dan terasa “nyata” bisa mendorong audiens untuk lebih aktif berinteraksi (komentar, like, share) karena mereka merasa “terlibat” dalam cerita itu.

Makanya, promosi yang disisipkan di tengah narasi — bukan muncul sebagai “gangguan” — cenderung diterima lebih baik.

Namun ada beberapa hal penting yang perlu Anda ketahui yaitu:

  • Cerita harus relevan dengan audiensmu seperti konflik, latar, dan karakter harus “kenal” bagi mereka.
  • Jangan terlalu panjang atau bertele-tele, kalau pengguna merasa cerita terlalu lambat, mereka bisa stop membaca.
  • Sisipkan elemen emosional (harapan, tantangan, keberhasilan) agar cerita mengena.
  • Transisi dari cerita ke ajakan tindakan (call to action) harus mulus, jangan tiba-tiba menjurus ke jualan tanpa “jembatan” naratif.
  • Uji dan pantau: format storytelling bisa berhasil di satu segmen, tapi mungkin kurang efektif di segmen lain.

Jadi, dengan storytelling yang baik, kamu tidak hanya “menyampaikan promo”, tetapi “mengajak audiens ikut dalam cerita“ dan dari situ, mereka akan lebih terbuka terhadap tawaranmu.

Adapun contohnya, “Dulu, Mbak Sari sering curhat kulitnya kusam dan nggak pede. Setelah rutin pakai serum X, kulitnya lebih cerah, sekarang malah jadi sering dipuji teman-temannya. Nah, hari ini serumnya lagi diskon 25%. Mau saya kirimkan link khususnya?”

Lihat? Ada narasi, ada emosi, ada bukti sosial. Bukan sekadar promo.

Bahwasannya, storytelling ini bisa berupa beberapa hal, mulai dari:

  • Testimoni pelanggan.
  • Perjalanan brand-mu.
  • Fakta unik produk.
  • Kisah lucu di balik layar produksi.

Dengan cara ini, pesan WhatsApp-mu tidak lagi kaku, tapi jadi lebih manusiawi.

menyisipkan elemen cerita dalam pesan promosi lewat WhatsApp,

Automasi Bukan Sekadar Gaya, Tapi Kebutuhan

Bayangkan kalau kamu harus membalas 200 chat manual setiap hari. Capek? Jelas. Waktu terbuang? Pastinya. Di sinilah automation tools untuk Bulk WhatsApp masuk.

Apa saja yang bisa dilakukan tools WhatsApp otomatis?

Dengan tools automation untuk WhatsApp (baik melalui plugin, gateway API, atau platform yang sudah terpadu), kamu bisa:

  • Menjadwalkan pesan, menentukan waktu dan tanggal tertentu agar pesan promosi terkirim otomatis.
  • Auto-reply sesuai keyword / intent, ketika pelanggan mengirim “stok”, “harga”, “order”, atau kata lain, sistem bisa langsung mengirim respons otomatis sesuai isi keyword.
  • Segmentasi / pengelompokan pelanggan, membagi daftar kontak ke dalam segmen seperti “calon prospek”, “pelanggan aktif”, “non-aktif”, atau berdasarkan minat tertentu.
  • Pelacakan / analytics, melihat siapa saja yang membaca pesan, siapa yang klik, berapa banyak pesan yang gagal dikirim, dan performa kampanye.
  • Chatbot flows / WhatsApp Flow, alur percakapan otomatis (form, pertanyaan bertahap, pengalihan ke agen) yang membantu menggali kebutuhan pelanggan sebelum interaksi manusia.
  • Integrasi dengan backend / CRM / sistem lain, agar notifikasi dari sistem (status order, pengingat pembayaran, update pengiriman) bisa langsung dikirim via WhatsApp.

Kemudian, ada beberapa contoh tools yang dipakai di pasaran, lengkap dengan contoh fitur dan catatan penting:

Nama / PlatformKelebihan / Fitur UtamaCatatan / Hal yang Perlu Diwaspadai
Mekari QontakTerintegrasi dengan WhatsApp Business API. Bisa membuat chatbot / alur otomatis (WhatsApp Flow). Bisa kirim pesan outbound, auto-response, segmentasi.Karena memakai API resmi, penggunaan dan tarif bisa lebih tinggi. Butuh validasi & setup.
WappBlaster / WA BlasterTool yang diklaim untuk blast pesan massal, scheduling, dan pengiriman media besar.Banyak versi “blaster” yang tidak resmi — risiko banned / diblokir jika melanggar kebijakan WhatsApp.
WAAM-it BlasterKirim pesan otomatis, personalisasi, scheduling, kampanye skala besar.Sama seperti alat blaster lain — harus memastikan legalitas dan bahwa nomor WhatsApp tidak terkena pembatasan.
WABLASGateway WhatsApp API yang memungkinkan integrasi pesan masuk/keluar, manajemen kontak, proses otomatis.Karena ini gateway API, butuh teknis integrasi dan seringnya berbayar.

Tantangan & hal yang harus diperhatikan

Meski sangat membantu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penggunaan automation WhatsApp efektif dan aman:

  1. Kepatuhan kebijakan WhatsApp (Terms of Service)
    WhatsApp sangat memperhatikan spam / pesan massal yang tak diinginkan. Penggunaan alat “blast massal” yang tidak melalui API resmi bisa menyebabkan nomor diblokir. Pastikan kamu menggunakan metode yang sah (misalnya melalui API resmi atau mitra bisnis yang diakui).
  2. Pilih alat yang resmi atau terpercaya
    Platform yang sudah bekerjasama dengan WhatsApp atau menjadi Business Solution Provider (BSP) lebih aman secara jangka panjang dibanding plugin / ekstensi yang “tidak resmi”.
  3. Kualitas database kontak & persetujuan (opt-in)
    Pastikan kontak yang kamu kirimi pesan sudah memberi izin (opt-in). Jangan kirim ke nomor random agar tidak dianggap spam atau dilaporkan.
  4. Personalisasi & variasi pesan
    Meski otomatis, usahakan pesan tetap terasa personal: gunakan nama, segmentasi, variasi isi pesan agar tidak monoton dan “diblok”.
  5. Frekuensi & timing yang wajar
    Pengiriman terlalu sering atau pada jam yang tidak tepat bisa membuat pelanggan bosan atau merasa terganggu. Gunakan data interaksi untuk mengatur frekuensi optimal.
  6. Monitoring & evaluasi
    Pantau metrik seperti tingkat terbaca (read rate), respons, klik, kegagalan pesan, laporan spam. Dari situ, evaluasi dan optimasi kampanye.

Dengan automasi, kamu bisa fokus mengurus bisnis inti tanpa kehilangan personal touch.

Hindari Kesalahan Klasik

Saking semangatnya, banyak pelaku online shop justru terjebak pada kesalahan fatal:

  1. Terlalu sering broadcast.
    Jangan tiap hari kirim promo, bisa-bisa pelanggan kabur.
  2. Isi pesan terlalu panjang.
    WhatsApp bukan blog. Gunakan kalimat singkat, jelas, dan langsung ke intinya.
  3. Tidak ada CTA (Call To Action).
    Kirim pesan tanpa ajakan bertindak = sia-sia.
  4. Mengabaikan izin.
    Kirim pesan tanpa consent bisa bikin trust hancur.

Kalau kesalahan-kesalahan ini diulang terus, jangan heran kalau strategi Bulk WhatsApp justru jadi bumerang.

Bangun Brand, Bukan Cuma Jualan

Satu hal penting yang sering dilupakan: Bulk WhatsApp bukan hanya soal closing penjualan, tapi juga membangun brand.

Kalau setiap pesanmu hanya tentang diskon, pelanggan akan cepat bosan. Cobalah variasikan isi pesan dengan:

  • Tips bermanfaat.
  • Ucapan selamat di hari besar.
  • Info terbaru di industri yang relevan.

Misalnya, kalau kamu jual kopi, kirimkan tips menyeduh kopi ala barista. Kalau kamu jual skincare, bagikan info tentang ingredients.

Dengan begitu, pelanggan melihat brand-mu bukan sekadar pedagang, tapi juga sumber inspirasi.

Intinya, Bulk WhatsApp ini adalah seni, bukan sekadar teknologi

Menggunakan Bulk WhatsApp untuk bisnis online shop itu ibarat mengendarai mobil sport. Kalau asal tancap gas, bisa kecelakaan.

Tapi kalau tahu cara mengendalikan, hasilnya bisa bikin melaju kencang meninggalkan pesaing.

Kuncinya ada pada tiga hal: personalisasi, timing, dan storytelling. Ditambah dengan tools automasi yang tepat dan sikap profesional, Bulk WhatsApp bisa jadi mesin marketing paling efektif.

Ingat, pelanggan bukan sekadar nomor HP. Mereka manusia dengan rasa, waktu, dan kebutuhan. Sentuh hati mereka, maka dompet akan mengikuti.

1. Apakah Bulk WhatsApp aman digunakan untuk bisnis kecil?

Ya, aman. Asal menggunakan tools resmi dan tidak mengirim pesan spam berlebihan, Bulk WhatsApp justru memperkuat hubungan dengan pelanggan.

2. Bagaimana cara menghindari agar pesan tidak dianggap spam?

Gunakan personalisasi, frekuensi yang wajar, dan selalu sertakan value dalam setiap pesan. Jangan hanya promosi, berikan juga tips atau informasi berguna.

3. Apakah Bulk WhatsApp hanya cocok untuk produk fisik?

Tidak. Jasa seperti kursus online, konsultasi, hingga event juga bisa dipromosikan lewat Bulk WhatsApp dengan hasil yang efektif.

4. Berapa kali idealnya broadcast dalam seminggu?

1–3 kali sudah cukup. Lebih dari itu bisa mengganggu pelanggan.

5. Apakah harus menggunakan API resmi WhatsApp?

Tidak wajib, tapi sangat dianjurkan. API resmi lebih aman, terjamin, dan mengurangi risiko nomor diblokir.

6. Bagaimana cara mengukur keberhasilan Bulk WhatsApp?

Gunakan metrik seperti open rate, click-through rate, dan conversion rate. Tools analitik bisa membantu.

7. Apakah Bulk WhatsApp bisa dipakai untuk follow up pelanggan lama?

Sangat bisa. Bahkan Bulk WhatsApp efektif untuk re-engagement campaign agar pelanggan lama kembali belanja.

8. Apakah perlu menyewa admin khusus untuk Bulk WhatsApp?

Tergantung skala bisnis. Untuk UMKM kecil bisa dilakukan sendiri dengan automation. Untuk bisnis besar, admin khusus bisa lebih efektif.

9. Bagaimana jika pelanggan minta berhenti menerima pesan?

Hormati permintaan mereka. Sediakan opsi “unsubscribe” sederhana. Ini akan meningkatkan trust.

10. Apakah Bulk WhatsApp bisa diintegrasikan dengan marketplace seperti Shopee atau Tokopedia?

Ya. Banyak tools yang memungkinkan integrasi order marketplace dengan notifikasi dan follow up lewat WhatsApp.

Safira Haddad, Penulis Konten Profesional yang berpengalaman 2+ tahun dalam dunia kepenulisan dan berdedikasi di Upgraded.id. Kemampuan utama, SEO dan Content Writing.

You might also like