Metaverse Microsoft dan Meta: Siapa yang Menguasai?

Masuk ke dunia virtual memang terasa seperti memindahkan diri ke film fiksi ilmiah dan ya, kita sekarang punya dua raksasa teknologi yang sedang “bertarung” untuk menjadi penguasa dunia tersebut: Meta Platforms (dulu dikenal sebagai Facebook) dan Microsoft Corporation.

Suasana sudah agak mirip pertandingan tinju: satu pihak meninju dari meja sosial media, pihak lain mengenakan sarung tinju produktivitas bisnis dan infrastruktur cloud.

Lalu, siapa yang akan menang di arena metaverse microsoft dan meta? Mari kita telusuri bersama!

Apa Itu “Metaverse” dan Kenapa Dua Raksasa Ini Tertarik?

Sebelum kita terjun ke duel‑duelnya Microsoft vs Meta, kita harus sepakati dulu: apa sih metaverse itu? Tidak cukup hanya “dunia virtual” karena maknanya jauh lebih dalam.

Kata “metaverse” berasal dari novel fiksi ilmiah Snow Crash karya Neal Stephenson (1992) yang menggambarkan alam virtual terintegrasi penuh avatar, realitas alternatif, segala macam.

Di dunia nyata sekarang, metaverse berarti ruang imersif (VR, AR, mixed reality) di mana manusia bisa berinteraksi secara sosial, ekonomi, dan digital, sambil tetap terkait dengan aspek fisik dan kehidupan nyata mereka.

Tapi kenapa Meta dan Microsoft melompat ke dalamnya? Karena mereka melihat peluang besar seperti:

  • Meta melihat metaverse sebagai lapangan sosial dan hiburan: bayangkan berkumpul dengan teman‑teman di ruang virtual, konser, game, social hangout.
  • Microsoft melihat metaverse sebagai lapangan produktivitas dan bisnis: ruang kerja imersif, kolaborasi jarak jauh, pelatihan industri, integrasi cloud.
  • Contoh menarik: Microsoft dengan platform Microsoft Mesh yang memungkinkan orang berkolaborasi dalam ruang imersif menggunakan perangkat berbeda di lokasi fisik berbeda.

Jadi, ini bukan hanya “lagi main game VR”, melainkan pertaruhan jangka panjang terhadap bagaimana internet berikutnya akan bekerja, bagaimana kita akan berinteraksi, belajar, bekerja, bahkan mungkin “hidup” sebagian di dunia digital. Gokil.

Baca Juga: 15 Fitur Facebook Baru 2025 yang Wajib Kamu Coba Sekarang!

Strategi Meta: Fokus pada Orang, Media Sosial, dan Adopsi Konsumen

Mari kita mulai dengan Meta. Kenapa mereka sangat agresif di metaverse?

Karena mereka sudah punya jaringan sosial raksasa, jutaan pengguna aktif, dan visi bahwa “masa depan interaksi manusia” akan selalu di ranah virtual juga.

Apa yang Meta lakukan?

  • Meta mengubah nama dari Facebook ke Meta Platforms untuk menggarisbawahi ambisinya di metaverse. Medium+1
  • Mereka mengembangkan platform sosial VR seperti Horizon Worlds, yang memungkinkan pengguna membuat, berkreasi, berkumpul secara virtual.
  • Mereka juga memproduksi hardware headset seperti Meta Quest Pro untuk mendukung pengalaman VR/AR.
  • Fokus kuat: hiburan, sosial, pengguna akhir bukan semata bisnis industri.

Apa Keunggulan Meta?

  • Basis pengguna besar: Meta sudah punya Facebook, Instagram, WhatsApp artinya mereka punya channel untuk memperkenalkan fitur‑metaverse langsung ke banyak orang.
  • Brand “sosial” yang kuat: Mereka tahu bagaimana membuat orang tetap terhubung, berbagi, berkumpul hal kunci untuk pengalaman virtual yang terasa hidup.
  • Kreativitas dan eksperimen: Dunia virtual butuh konten, komunitas ini area yang Meta mainkan dengan cukup baik.

Tantangan Meta

  • Monetisasi belum jelas: Membuat orang masuk ke dunia virtual bukan berarti langsung bisa dapat untung besar.
  • Adopsi luas masih rendah: Contohnya, Horizon Worlds dilaporkan memiliki pengguna yang jauh di bawah ekspektasi.
  • Biaya besar: Membuat hardware, software, infrastruktur VR/AR itu mahal Risiko tinggi.
  • Kompetisi besar: Ada banyak pemain (tidak hanya Microsoft) yang juga mendekati ruang ini dari sudut berbeda.

Jadi dengan Meta kita punya “pertarungan sosial”: manusia‑ke‑manusia, avatar, hiburan, komunitas. Tapi juga ada risiko bahwa fokus ini mungkin belum menghasilkan “keuntungan besar” dalam jangka pendek.

Strategi Microsoft: Fokus pada Produktivitas, Kolaborasi, dan Infrastruktur

Sekarang giliran Microsoft. Mereka mungkin tidak terlihat “seksi” seperti Meta yang menampilkan headset glamor dan dunia virtual penuh warna, tetapi strategi mereka justru sangat serius dan sangat mungkin berpengaruh jangka panjang.

Apa yang Microsoft lakukan?

  • Microsoft dengan platform Microsoft Mesh memungkinkan kolaborasi imersif melalui aplikasi seperti Microsoft Teams, memadukan dunia nyata dan virtual untuk produktivitas.
  • Microsoft memiliki infrastruktur cloud raksasa (Azure) yang membuat mereka punya keunggulan teknis dalam membangun dunia virtual skala besar dan aman.
  • Strategi mereka lebih ke “metaverse untuk bisnis dan organisasi” daripada “metaverse untuk social hangout”.
  • Microsoft juga melakukan akuisisi besar dalam game lewat Activision Blizzard yang juga bisa menjadi batu loncatan ke dunia virtual hiburan dan gaming.

Apa Keunggulan Microsoft?

  • Fondasi teknis yang kuat: cloud, enterprise, produktivitasi ini bukan hal ringan.
  • Adopsi langsung dalam dunia bisnis: Jika perusahaan menyukai pengalaman imersif untuk training, kolaborasi global, makaMicrosoft sudah punya jalan.
  • Diversifikasi: mereka tak hanya bertaruh pada konsumen akhir, tapi juga perusahaan, industri, pendidikan.
  • Potensi monetisasi lebih jelas: bisnis yang siap bayar untuk produktivitas, keamanan, integrasi.

Apa Saja Tantangan Microsoft?

  • Kurang brand “cool” dalam ranah konsumen VR dibanding Meta: banyak orang masih mengaitkan metaverse dengan sosial/hiburan, bukan “kerja”.
  • Eksperimen metaverse untuk bisnis punya tantangan sendiri adopsi dan ROI bisa lambat.
  • Meski punya keunggulan teknis, kebutuhan hardware VR/AR belum tersebar secara luas di kalangan pekerja biasa.

Jadi Microsoft bermain “dalam bayang‑bayang” mungkin, tapi posisinya sangat strategis terutama bila metaverse menjadi platform besar untuk kerja dan kolaborasi global.

Strategi Microsoft Fokus pada Produktivitas, Kolaborasi, dan Infrastruktur

Perbandingan Strategis: Meta vs Microsoft

Baiklah, mari kita lihat secara sisi‑sisi: bagaimana Meta dan Microsoft berbeda, dan siapa punya keunggulan di mana.

AspekMetaMicrosoft
Fokus utamaSosial, komunitas, hiburan, konsumen akhirProduktivitas, bisnis, kolaborasi, cloud infrastructure
KeunggulanJaringan sosial besar, brand konsumen kuatInfrastruktur enterprise, cloud, platform produktivitas
TantanganMonetisasi, adopsi luas, hardware mahalKeterkaitan dengan konsumen akhir, adopsi massal hardware, branding “seru” untuk publik
PeluangMembuat pengalaman sosial virtual yang menarik dan viralMenyediakan solusi nyata bagi perusahaan dan pelatihan imersif, menciptakan ekosistem bisnis
RisikoFokus terlalu sangat sosial → kurang bisnis, terlalu spekulatifFokus terlalu sangat bisnis → mungkin “mati rasa” di segmen sosial/hiburan

Contoh nyata: Meta mencoba membangun Horizon Worlds sebagai “dunia virtual sosial”, tetapi pengguna bulanan dilaporkan jauh lebih sedikit dari yang diharapkan.

Sementara itu Microsoft dengan Microsoft Mesh menunjukkan bahwa dunia kerja masa depan mungkin akan mengadopsi ruang virtual untuk rapat global dan itu bisa menjadi titik masuk besar.

Pertanyaan yang menarik: Apakah metaverse akan lebih besar sebagai platform sosial (seperti dunia hiburan) atau sebagai platform produktivitas (kerja, bisnis)? Jawabannya bisa menentukan siapa yang benar‑benar “menguasai”.

Faktor‑Kunci yang Menentukan Pemenangnya di Dunia Virtual

Nah, sekarang kita bisa membahas faktor‑kunci yang akan menentukan siapa yang akan unggul di metaverse. Persiapkan popcorn, karena ini bagian yang seru.

1. Adopsi dan pengguna aktif

Tanpa pengguna (baik konsumen maupun bisnis) metaverse bisa jadi proyek vanity yang besar tapi kosong. Meta kuat dalam hal pengguna konsumen, sementara Microsoft kuat di ruang bisnis. Pemenang akan dapat mengakumulasi user base besar dan aktif.

2. Infrastruktur dan platform yang mudah diakses

Hardware VR/AR masih mahal dan adopsinya belum masif. Siapa yang bisa membuat perangkat yang cukup murah, nyaman, dan diterima banyak orang memiliki keuntungan besar.

Microsoft punya cloud, Meta punya hardware konsumen. Keduanya harus bikin platform yang “mudah digunakan”.

3. Konten dan ekosistem

Dunia virtualkan bukan hanya ruang kosong konten adalah raja. Game, sosial, pelatihan, dunia virtual untuk acara, bisnis semua bagian dari ekosistem.

Meta sangat bagus di konten sosial, Microsoft punya potensi untuk bisnis/industri. Tapi yang bisa menggabungkan keduanya (hiburan + bisnis) punya keunggulan.

4. Monetisasi

Apa bisnis model‑nya? Apakah via iklan, langganan, perangkat keras, layanan cloud, enterprise? Meta mencoba banyak hal namun belum “besar” di metaverse monetisasi.

Microsoft punya model bisnis layanan & cloud yang terbukti. Pemenang akan mempunyai model bisnis yang jelas dan skalabel.

5. Keamanan, privasi, regulasi dan kepercayaan

Dalam ruang virtual, banyak tantangan: data pribadi, perilaku pengguna, keamanan ruang sosial, regulasi negara.

Siapa yang bisa membangun dunia virtual yang bisa dipercayai menjamin keamanan, privasi itu akan punya keunggulan kompetitif.

6. Sinergi dengan bisnis existing

Kedua perusahaan punya bisnis inti masing‑masing. Meta di sosial, media dan iklan. Microsoft di software, cloud, enterprise. Sinergi antara bisnis inti dengan metaverse akan memperkuat kemampuan peluncuran dan adopsi.

Misalnya, Microsoft bisa tawarkan metaverse sebagai ekstensi Microsoft 365. Meta bisa tawarkan metaverse ke pengguna Instagram/Facebook mereka.

Contoh‑Contoh Nyata yang Menunjukkan Siapa Punya Keunggulan

Mari kita lihat beberapa contoh konkret yang memperlihatkan bagaimana Meta maupun Microsoft bergerak karena teori saja bisa membosankan, kita butuh bukti nyata.

  • Contoh: Microsoft mengumumkan integrasi Mesh untuk Teams di perangkat VR seperti Meta Quest. Ini menunjukkan Microsoft bermain di persimpangan kerja virtual dan perangkat konsumen (kerja imersif).
  • Contoh: Meta memiliki Horizon Worlds, namun pengguna bulanan dilaporkan kurang dari ekspektasi.
  • Contoh: Microsoft dalam artikel Fast Company dilaporkan “so far all signs point to Microsoft dominating the metaverse” (artinya banyak pihak memprediksi Microsoft unggul).
  • Contoh: Meta disebut sebagai yang “membuat orang bicara tentang metaverse” karena rebranding Facebook ke Meta dan kampanye besar.

Dengan contoh‑contoh ini, kita mulai lihat bahwa meski Meta sangat agresif, Microsoft punya landasan teknis dan bisnis yang mungkin memberikan keunggulan jangka panjang.

Analisis: Siapa Paling Berpeluang Menguasai Dunia Virtual?

Lalu, siapa yang paling berpeluang menang? Atau mungkin ada pemenang bersama?

Mengapa Microsoft berpeluang lebih besar?

  • Infrastruktur yang matang: Cloud, enterprise, kolaborasi global. Ini bukan mimpi ini sudah mereka lakukan.
  • Masuk ke bisnis (yang artinya budget besar dan kebutuhan nyata): pekerjaan imersif, training industri, kolaborasi jarak jauh.
  • Latar belakang “kerja” berarti bisa lebih cepat mencapai monetisasi dan adopsi daripada dunia sosial yang sepenuhnya baru.
  • Beberapa analis menyebut Microsoft unggul. (contoh Fast Company)

Mengapa Meta juga belum bisa dikesampingkan?

  • Mereka sangat agresif dan berani bertaruh besar di metaverse.
  • Basis pengguna sosial mereka sangat besar potensi untuk “sosial first” metaverse sangat nyata.
  • Jika metaverse menjadi arena sosial‑hiburan utama (bukan hanya bisnis), Meta punya keunggulan.
  • Jika mereka berhasil mengatasi tantangan monetisasi, hardware, adopsi mereka bisa meledak.

Apa Saja Faktor Penentu yang Bisa Mengubah Segala Hal?

  • Waktu: Siapa yang lebih dulu memperoleh skala?
  • Perangkat keras yang diterima jutaan orang jika VR/AR mainstream, maka siapa yang punya platform besar akan unggul.
  • Perubahan definisi metaverse: Jika metaverse menjadi lebih “kerja” → Microsoft unggul. Jika lebih “sosial hiburan” → Meta unggul.
  • Regulasi dan kebijakan: Jika negara memperketat privasi/data, siapa yang punya trust & compliance akan menang.
  • Kolaborasi & kemitraan: Misalnya Microsoft & Meta pernah bekerja sama dalam beberapa aspek.

Nah, dari kesimpulan ini, Anda bisa memilih berdasarkan bukti saat ini yaitu condong ke Microsoft sebagai yang lebih berpeluang menang dalam jangka menengah (5‑10 tahun) untuk “metaverse produktivitas”.

Namun, belum tentu Meta mati begitu saja, mereka masih punya potensi besar dan bisa menjadi pemenang dalam “metaverse sosial”.

Intinya, tidak ada pemenang tunggal yang mutlak sekarang. Tapi jika metaverse berkembang ke arah kerja, bisnis, kolaborasi, Microsoft akan memegang kartu kuat. Jika ke arah sosial, hiburan, komunitas Meta bisa memimpin.

Analisis: Siapa Paling Berpeluang Menguasai Dunia Virtual?

Bagaimana Ini Mempengaruhi Kamu dan Dunia Sekitar

Oke, cukup dengan teknikal dan strategi, kita sekarang bicara “kenapa ini penting untuk kamu?” Mau kamu pengguna biasa, mahasiswa, pekerja, guru: ini bisa relevan.

Dampak terhadap kehidupan sehari‑hari

  • Bisa jadi kita akan punya “kantor virtual” di mana kita memakai headset atau kacamata AR dan ikut rapat “seolah berada di ruangan yang sama” meskipun kita di Malang, Indonesia.
  • Hiburan akan semakin imersif: konser virtual, hangout dengan teman dari negara lain dalam dunia 3D.
  • Pendidikan akan berubah: kelas atau laboratorium virtual bisa menggantikan atau melengkapi kelas fisik.
  • Ekonomi baru muncul: pembuat konten, developer dunia virtual, marketplace virtual ini akan membuka peluang kerja baru.
  • Tantangan juga muncul: privasi, identitas digital, keusangan perangkat keras, risiko digital.

Apa yang bisa kamu lakukan?

  • Mulailah memahami teknologi VR/AR, perangkat keras, dan bagaimana platform Virtual dan Metaverse berkembang.
  • Pikirkan bagaimana keterampilanmu akan relevan: misalnya jika kamu mahasiswa atau pekerja kemampuan kolaborasi virtual, desain dunia 3D, representasi avatar bisa menjadi nilai tambah.
  • Waspadai privasi dan keamanan digital: saat kita masuk dunia virtual, identitas dan data kita juga ikut “dunia virtual”.
  • Pantau tren: misalnya perangkat VR/AR yang makin murah, aplikasi metaverse yang makin user‑friendly.
  • Jika kamu tertarik bidang riset atau teknologi: tema metaverse bisa menjadi area penelitian yang sangat berkembang misalnya bagaimana manusia berinteraksi di ruang virtual, bagaimana desain dunia yang inklusif, bagaimana dampak sosialnya.

Tantangan dan Hambatan yang Belum Diselesaikan

Tidak semua lambang “metaverse” sudah mulus. Ada banyak hal yang masih harus diatasi dan ini bisa menjadi titik kelemahan bagi siapa pun yang ingin memenangkan “penguasaan dunia virtual”.

  1. Adopsi perangkat keras: Banyak orang belum punya headset VR yang nyaman, murah, dan mudah digunakan sehari‑hari.
  2. Infrastruktur jaringan dan latency: Pengalaman imersif butuh latensi rendah, bandwidth besar di banyak tempat dunia (termasuk Indonesia) masih menjadi kendala.
  3. Konten yang menarik + monetisasi: Dunia virtual penuh, tapi bukan hanya penuh, harus menarik dan punya nilai ekonomi.
  4. Standar dan interoperabilitas: Apakah aplikasi metaverse bisa saling terhubung? Apakah avatar dan aset virtual bisa dipindahkan antar platform?
  5. Privasi dan keamanan: Dunia virtual bisa menjadi ladang baru untuk kejahatan digital, penyalahgunaan data, identitas palsu.
  6. Efek sosial dan kesehatan: Bagaimana pengguna anak‑anak, bagaimana menjaga kesehatan fisik/mental saat sering berinteraksi dengan dunia virtual.
  7. Regulasi dan hukum: Negara‑negara mulai melihat metaverse dari sisi pajak, regulasi konten, privasi siapa yang bisa adaptasi cepat akan mendapat keuntungan.

Contoh: Laporan menunjukkan bahwa meskipun hype besar, banyak proyek metaverse yang belum menunjukkan penggunaan massal.

Microsoft juga sempat “mengurangi” fokus beberapa proyek metaverse industri saat menghadapi realitas.

Bagaimana Masa Depan Dunia Virtual Bisa Terjadi: Skenario & Prediksi

Oke, sekarang mari kita bermain sedikit prediksi. Jangan terlalu literal, tapi ini bisa membantu kita memahami “jalur” yang mungkin akan diambil.

Skenario A: Metaverse jadi platform kerja dan kolaborasi utama

  • Dunia di mana banyak pekerja memakai headset VR/AR dan masuk ruang virtual untuk rapat global, training, workshop bukan karena hype, tapi karena lebih efisien.
  • Microsoft unggul di skenario ini: mereka punya platform produktivitas, cloud, layanan enterprise yang bisa bertransformasi.
  • Meta masih relevan, tapi mungkin akan dijalankan sebagai bagian “lokomotif sosial” dan hiburan.

Skenario B: Metaverse jadi platform sosial utama

  • Dunia di mana hangout, konser virtual, eksperimen komunitas online jadi “normal baru”.
  • Meta unggul di skenario ini: platform sosial besar, hardware konsumen, komunitas.
  • Microsoft tetap ada, tapi mungkin sebagai penyedia infrastruktur daripada “ruang sosial massal”.

Skenario C: Hybrid dua dunia berjalan bersamaan

  • Likely! Mungkin kita akan melihat kombinasi: untuk kerja → Microsoft dominan; untuk sosial/hiburan → Meta kuat.
  • Mungkin muncul “ekosistem metaverse” yang terbuka dan kompetisi tersebar ke banyak pemain lain (tidak hanya dua raksasa ini).
  • Pada titik ini, bukan soal “siapa menang tunggal” tapi “siapa punya niche kuat dan adaptif”.

Adapun prediksi menarik yang perlu diketahui:

  • Perangkat VR/AR akan semakin murah dan ringan dalam 5‑10 tahun ke depan.
  • Penggunaan metaverse dalam pendidikan akan tumbuh: kelas virtual, lab 3D, simulasi imersif.
  • Dunia virtual ekonomi akan tumbuh: aset virtual, NFT (meskipun kontroversial), dunia virtual komersial.
  • Regulasi menjadi kunci: privasi data, hak cipta dunia virtual, identitas digital akan menjadi topik besar.

Jadi, Metaverse Microsoft dan Meta: Siapa yang Akan Menguasai Dunia Virtual? Jawabannya: mungkin keduanya tapi dengan jalan yang berbeda.

Meta Platforms membawa visi yang megah, sosial, populer mereka ingin kita “hidup” di dunia virtual bersama teman, komunitas, hiburan.

Sementara Microsoft Corporation mengambil pendekatan yang lebih “serius”, produktif dunia virtual untuk kerja, kolaborasi, organisasi global.

Jika harus memilih satu pemenang, Microsoft karena berkat landasan teknis yang solid, model bisnis yang lebih jelas, dan tingkat adopsi yang lebih tinggi.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa Meta tetap memiliki peluang besar, terutama jika metaverse menjadi pusat hiburan dominan.

Untuk kamu sebagai pengguna (atau calon pengguna) perhatikan: kita berada di awal sebuah perubahan besar.

Dunia virtual bukan hanya “game” atau “hiburan”, tapi bisa menjadi bagian dari kerja, belajar, hidup sehari‑hari. Siapkan diri, jangan sekadar jadi penonton tapi bisa jadi bagian dari perubahan.

Dan satu hal lagi: tetap kritis. Dunia virtual menjanjikan banyak hal megah, tapi juga punya tantangan nyata.

Jangan hanya termakan hype lihat manfaatnya, implikasi sosial‑digitalnya, dan bagaimana teknologi ini bisa membentuk masa depan kita.

1. Apa bedanya metaverse yang dikembangkan Meta dengan yang dikembangkan Microsoft?

Jawab: Meta fokus pada aspek sosial, hiburan, konsumen akhir contohnya dunia virtual untuk hangout, game, avatar. Microsoft fokus pada aspek produktivitas, bisnis, kolaborasi misalnya rapat virtual, pelatihan perusahaan, integrasi cloud.
Keduanya menggunakan teknologi VR/AR dan cloud, tetapi target pengguna, monetisasi, dan pendekatannya berbeda.

2. Apakah metaverse hanya untuk game dan konsumen akhir?

Jawab: Tidak. Meskipun banyak proyek metaverse awalnya muncul di ranah game/hiburan, banyak pelaku industri (termasuk Microsoft) melihat potensi besar di ranah bisnis, pelatihan, kolaborasi industri, pendidikan.

3. Kapan metaverse akan menjadi “normal baru”?

Jawab: Tidak ada angka pasti. Banyak pihak menaruh harapan dalam 5‑10 tahun ke depan bahwa VR/AR dan ruang virtual akan lebih umum. Tapi adopsi massal masih menghadapi hambatan: perangkat keras, jaringan, konten, biaya. Jadi “normal” bisa berbeda di tiap negara/konteks.

4. Apakah Meta atau Microsoft akan “menguasai seluruh metaverse”?

Jawab: Kemungkinan besar tidak ada satu perusahaan tunggal yang menguasai semua. Dunia virtual sangat besar, multi‑dimensi ada aspek sosial, bisnis, hiburan, pendidikan. Kemungkinan besar masing‑masing akan punya domain kekuatan sendiri, atau banyak perusahaan akan berbagi pasar.

5. Apa risiko utama yang harus kita waspadai terkait metaverse?

Jawab: Beberapa risiko penting: privasi data (apa yang terjadi di ruang virtual?), keamanan (identitas avatar, perilaku pengguna), kesehatan mental/fisik (jika pengguna terlalu banyak menghabiskan waktu di dunia virtual), regulasi (hak cipta, aset digital, interaksi antar negara).

6. Bagaimana saya sebagai siswa/mahasiswa bisa mempersiapkan diri untuk dunia metaverse?

Jawab: Kamu bisa mulai:
Pelajari dasar‑dasar VR/AR, teknologi imersif.
Kembangkan kemampuan digital seperti kolaborasi online, desain 3D, pengembangan konten virtual.
Perhatikan aspek human‑centered dan inklusif bagaimana dunia virtual bisa ramah bagi semua orang.
Waspadai aspek etika dan privasi jadi pengguna yang sadar teknologi.

7. Apakah perangkat keras VR/AR sekarang sudah siap untuk metaverse massal?

Jawab: Belum sepenuhnya. Perangkat semakin baik dan lebih murah; tetapi masih ada hambatan seperti harga, kenyamanan, kompatibilitas, konten yang cukup. Untuk adopsi massal, masih proses evolusi.

8. Bagaimana monetisasi di metaverse bisa berjalan?

Jawab: Monetisasi bisa lewat banyak cara: perangkat keras, layanan langganan, transaksi virtual, iklan, konten dan pengalaman premium, pelatihan bisnis. Meta dan Microsoft masing‑masing sedang menjajaki model mereka namun belum sepenuhnya matang untuk semua skenario.

9. Apakah saya harus membeli headset VR sekarang untuk ikut metaverse?

Jawab: Tidak wajib, kecuali kamu sangat tertarik atau punya tujuan spesifik (misalnya game, komunitas, konten). Karena teknologi masih berkembang, mungkin menunggu sedikit hingga perangkat lebih murah dan ekosistemnya lebih matang bisa jadi pilihan bijak.

10. Apakah metaverse akan menggantikan internet seperti yang kita kenal sekarang?

Jawab: Mungkin bukan “menggantikan”, tetapi “melengkapi”. Internet seperti yang kita kenal tetap ada web, media sosial, aplikasi. Metaverse bisa menjadi lapisan tambahan, terutama untuk pengalaman imersif. Namun bagaimana bentuk akhirnya masih terbuka.

Safira Haddad, Penulis Konten Profesional yang berpengalaman 2+ tahun dalam dunia kepenulisan dan berdedikasi di Upgraded.id. Kemampuan utama, SEO dan Content Writing.

You might also like