
Kalau kamu berpikir website cuma perlu dibuat sekali, lalu dibiarkan mengalir seperti air, tentu itu salah ya! Dunia digital itu dinamis.
Dan di tengah derasnya persaingan online, performa visual serta pengalaman pengguna (UI/UX) yang oke punya, bisa jadi penentu antara klik keluar atau klik beli.
Tapi tenang, artikel ini adalah panduan yang yang penuh wawasan tentang cara Maintenance UI dan UX Website agar selalu segar, fungsional, dan disukai pengguna. Yuk, kita mulai bedah satu-satu!
Mari kita gali pentingnya desain UI dan UX dengan memahami arti keduanya. Desain UI merujuk pada tata letak visual dari produk digital.
Desain ini mencakup semua elemen yang dapat dilihat dan digunakan oleh pengguna di layar, termasuk tombol, ikon, spasi, tipografi, palet warna, dan berbagai elemen lainnya.
Sebaliknya, desain UX mengutamakan keseluruhan pengalaman yang dirasakan oleh pengguna ketika berinteraksi dengan sebuah produk. Ini mencakup aspek-aspek seperti struktur, alur navigasi, kegunaan, dan aksesibilitas antarmuka.
Singkatnya, UI adalah tampilan visual dari suatu produk, sementara UX berkaitan dengan bagaimana produk tersebut berfungsi.
Ketika kedua elemen ini dirancang dengan baik, pengguna tidak hanya merasa puas saat menggunakan produk, tetapi juga cenderung kembali lagi dan merekomendasikannya kepada orang lain.
Kamu bisa bikin website paling keren sedunia, tapi kalau setelah tiga bulan tampilannya kaku, animasi macet, dan tombol checkout gak bisa diklik, hal ini membuat situs website kamu tidak makin menarik.
Lalu, mengapa maintenance itu penting?
Dalam dunia digital yang bergerak cepat, preferensi pengguna berubah seiring hadirnya perangkat baru, sistem operasi terbaru, hingga standar aksesibilitas dan keamanan yang terus diperbarui.
Selain itu, pengguna semakin cerdas. Kalau kamu pakai desain 2010 di tahun 2025? Itu ibarat pakai BlackBerry di tengah era foldable phone.
Tanpa perawatan rutin, desain UI bisa terasa usang dan UX menjadi kurang relevan, sehingga berisiko menurunkan kenyamanan pengguna dan tingkat konversi website.
Dengan melakukan maintenance secara berkala, Anda bisa memastikan bahwa tampilan dan interaksi situs tetap modern, responsif, dan sesuai ekspektasi pengguna masa kini.
Inilah kunci untuk mempertahankan kepercayaan pengunjung sekaligus menjaga daya saing di pasar digital yang makin kompetitif.
Baca Juga: 10 Langkah Usability Testing Untuk Website & Aplikasi
Maintenance UI dan UX sangat penting karena update browser bisa menyebabkan tampilan website menjadi rusak atau tidak sesuai harapan.
Setiap kali browser seperti Chrome, Firefox, atau Safari melakukan pembaruan, ada kemungkinan cara mereka merender elemen visual berubah.
Hal ini dapat berdampak langsung pada tampilan antarmuka (UI) dan pengalaman pengguna (UX) situs Anda. Misalnya, font bisa berubah, animasi tidak berjalan mulus, atau layout menjadi berantakan.
Tanpa maintenance rutin, masalah ini bisa luput dari perhatian dan mengganggu kenyamanan pengguna.
Oleh karena itu, pemeliharaan UI dan UX bukan hanya soal estetika, tapi juga memastikan kompatibilitas dan kinerja yang optimal di berbagai versi browser terbaru.
Nah, jika kamu tidak melakukan maintenance rutin pada UI dan UX, maka:
Bayangkan kamu punya toko fisik yang tiba-tiba semua raknya ambruk karena lem perekat di dinding ternyata tak cocok dengan cat baru.
Sama seperti itu, perubahan kecil dari luar (update browser) bisa merusak struktur visual yang sudah kamu bangun susah payah.
Itulah kenapa maintenance UI dan UX bukan soal gaya-gayaan atau tren belaka. Ini soal menjaga performa visual dan pengalaman pengguna tetap konsisten, meski dunia di balik layar terus berubah.
Ini sangat krusial untuk menjaga profesionalitas, meningkatkan kepuasan pengunjung, dan mempertahankan kredibilitas website Anda di mata pengguna dan mesin pencari.
Pernah dengar pepatah, “Data is the new oil”? Nah, dalam dunia UI (User Interface) dan UX (User Experience), data pengguna adalah kompas emas yang mengarahkan kita ke pengalaman digital yang lebih baik.
Artinya kemampuan dalam hal UI dan UX, khususnya untuk memperbaiki user flow ini harus berdasarkan real experience, bukan sekadar feeling atau asumsi desainer.
Apalagi dalam dunia digital yang serba cepat, menebak-nebak apa yang diinginkan pengguna bukanlah strategi yang efisien.
Lewat data interaksi pengguna seperti jalur navigasi yang paling sering digunakan, titik macet dalam proses checkout, atau halaman dengan bounce rate tinggi kita bisa melihat dengan jelas di mana alur pengguna berjalan mulus dan di mana mereka tersandung.
Tapi tunggu dulu data saja tidak cukup. Yang bikin data itu “hidup” adalah bagaimana kita menggunakan insight-nya untuk memperbaiki dan memelihara antarmuka serta pengalaman pengguna.
Di sinilah pentingnya maintenance UI dan UX.
Kemudian, apa saja insight dari data ini ?
Nah, setiap klik, scroll, atau bahkan rage tap adalah jejak. Dari situ kita bisa tahu:
Data tersebut bukan cuma statistik, mereka adalah cerita pengguna yang sedang berusaha berinteraksi dengan produk kita.
Dengan maintenance UI dan UX, berarti kita secara aktif menyesuaikan tampilan dan alur berdasarkan masukan nyata, bukan asumsi. Misalnya:
Tanpa maintenance, kita berisiko terputus dari kebutuhan pengguna yang terus berubah.
Dengan melakukan maintenance berbasis insight:
Adapun yang perlu Anda ketahui yaitu dari Feedback ke perbaikan, artinya siklus ini tidak boleh putus.
Nah, UI/UX yang baik bukan produk sekali jadi. Tanpa maintenance yang didorong oleh data pengguna, desain akan usang dan kehilangan daya tariknya.
Tapi dengan pendekatan yang berkelanjutan, kita bisa membangun sistem yang:
Intinya, maintenance UI dan UX bukan cuma soal mempercantik tampilan. Ini soal mendengarkan pengguna lewat data, dan merespons dengan desain yang lebih baik.
Jadi, kalau kamu punya akses ke data pengguna tapi tidak menggunakannya untuk maintenance UI/UX? Sayang banget! Seperti punya kompas tapi tetap nyasar di hutan digital.
Tombol aneh, form berantakan, itu red flag bagi pengguna.
Menariknya, studi dari Forrester Research menemukan bahwa setiap USD 1 yang diinvestasikan dalam UX bisa memberikan ROI hingga USD 100. Yup, SERATUS KALI LIPAT.
Artinya, kenapa ROI-nya bisa setinggi itu? Karena investasi awal UX membantu:
Jangan tunggu rusak baru panik. Sama seperti kamu butuh healing setelah kerja keras, UI/UX juga butuh perawatan rutin.
Berikut tanda-tanda yang harus kamu waspadai:
Seringkali pemilik website kaget waktu lihat heatmap: “Loh, kok nggak ada yang scroll ke bawah?” Ya karena UX-nya gagal ajak orang lanjut.
Ini bukan sekadar update plugin ya. Kita ngomongin soal bagaimana user merasa nyaman dari A sampai Z.
Tools seperti Google Lighthouse, Hotjar, dan CrazyEgg bisa bantu kamu mengaudit semua itu.
Ada salah satu e-commerce lokal besar kehilangan 15% revenue selama dua minggu hanya karena satu hal: form checkout yang error di Safari.
UI-nya oke, tapi UX-nya gagal pada titik krusial. Setelah diperbaiki? Conversion naik lagi 20% dalam seminggu.
Pelajaran penting bahwa, UX bukan cuma soal kenyamanan, tapi soal keberlangsungan bisnis.
Tak hanya itu, bayangkan Anda membuka aplikasi Gofood untuk memesan makanan. Gambarnya terlihat bagus, tetapi navigasinya membingungkan, proses pembayarannya sangat lambat, dan butuh waktu lama untuk memuat.
Kemungkinan besar, Anda akan meninggalkannya dan mencoba aplikasi lain seperti GrabFood. Itu adalah contoh sederhana dari UX yang buruk.
Sekarang bayangkan aplikasi yang sama cepat, menarik, dan memberi Anda opsi untuk memesan ulang makanan favorit Anda dalam satu klik. Itulah kekuatan desain UI dan UX yang baik.
Pengalaman digital yang luar biasa ini dapat meningkatkan kepuasan, loyalitas, dan konversi pelanggan.
Khususnya bagi pebisnis, hal ini berarti peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat pengabaian pelanggan.
Lalu, bagaimana untuk pengguna?
Nah bagi pengguna sendiri ini berarti lebih sedikit frustrasi dan lebih banyak kesenangan.
Di dunia di mana pengguna mengharapkan semuanya cepat dan mudah, layanan desain UI dan UX membantu mengomunikasikan antara teknologi dan kebutuhan manusia.
Berikut ada beberapa contoh nyata dari beberapa aplikasi yang bagus dalam penggunaannya (UI UX):
Ketika Airbnb hadir di pasaran, mereka menghadapi banyak tantangan dalam meyakinkan orang untuk membuka rumah mereka bagi orang asing.
Platform mereka harus ramah pengguna dan dapat dipercaya. Dengan berfokus pada desain yang sederhana, ajakan bertindak yang jelas, dan proses pemesanan yang lancar, Airbnb mampu membangun kepercayaan melalui desain yang baik.
Setiap detail dari filter pencarian hingga alur pembayaran dioptimalkan untuk kemudahan dan kejelasan, membantu mereka menjadi pemain global dalam bidang perhotelan.
Apple adalah contoh nyata lainnya tentang bagaimana layanan desain UI UX menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.
Dari iPhone hingga Apple Watch, produk Apple dikenal karena interaksi yang lancar dan daya tarik visualnya. Antarmukanya bersih, minimalis, dan sangat intuitif.
Keberhasilan Apple bukan hanya tentang perangkat kerasnya, tetapi juga tentang menciptakan pengalaman pengguna yang lengkap di mana desain dan fungsi berjalan beriringan.
Seiring meningkatnya penggunaan perangkat seluler, begitu pula pentingnya desain pengalaman dalam aplikasi.
Aplikasi seluler yang baik tidak hanya berfungsi dengan baik; tetapi juga terasa nyaman saat digunakan.
Contohnya Instagram. Aplikasi ini dirancang agar pengguna dapat dengan mudah menggulir, menyukai, dan memposting foto tanpa kebingungan.
Bahkan detail kecil seperti animasi hati saat Anda menyukai foto berkontribusi pada pengalaman pengguna yang menarik.
Di sisi lain, aplikasi dengan desain dasar dengan teks kecil, tombol tidak jelas, atau waktu pemuatan lambat akan membuat pengguna frustrasi, yang memungkinkan pengguna menghapus aplikasi tersebut secara instan.
Menurut penelitian, pengguna membentuk kesan dalam waktu 5 detik setelah menggunakannya. Jika mereka merasa desainnya berantakan atau membingungkan untuk digunakan, mereka tidak akan kembali lagi.
Bahkan riset lain menyebutkan bahwa impresi awal bisa terbentuk sangat cepat, dalam hitungan 50 milidetik (0,05 detik).
Jika desain terasa berantakan, tidak responsif, atau membingungkan. Sebagian besar pengguna sekitar 61% akan meninggalkan situs tersebut hanya dalam waktu lima detik
Kadang orang mikir UI dan UX itu sama. Padahal beda. Kayak beda antara casing HP yang estetik dan sistem operasinya yang smooth.
Maka maintenance UI biasanya menyentuh hal-hal seperti:
Sedangkan maintenance UX:
Kamu nggak harus jadi desainer atau developer kelas dunia untuk mulai maintenance UI/UX. Banyak tool yang bisa bantu.
Tips: Gunakan versi trial dulu, pelajari tools-nya, dan upgrade hanya jika kamu memang butuh.
Kamu tidak perlu setiap hari ngoprek tampilan, tapi harus punya jadwal rutin.
Frekuensi | Tugas UI/UX Maintenance |
---|---|
Mingguan | Cek error visual, broken button, feedback bug |
Bulanan | Review UX flow, audit feedback pengguna |
3 Bulanan | Update visual style jika diperlukan |
6 Bulanan | Redesign mini UI, refresh konten visual |
Tahunan | UX revalidation, A/B test desain baru |
Jangan tunggu sampai pelanggan pergi. Lakukan maintenance seperti kamu merawat motor rutin, teratur, dan penuh cinta.
Kami kumpulkan dari pengalaman para UX engineer dan UI artist. Ini tips dari mereka:
Ingat, Good UX adalah ketika orang tidak sadar kalau itu UX bagus. Karena semuanya terasa natural.
Jangan sampai kamu jatuh ke lubang yang sama dengan pemilik website lain.
Bahwasannya, memasukkan popup yang muncul 2 detik setelah buka halaman. Iya, itu ngeselin.
Jadi, Dinda (dan kamu yang membaca sampai sini), mari kita ubah pola pikir.
Maintenance UI dan UX Website bukan sekadar beban tambahan. Ini adalah cara kita menghargai pengguna, menjaga brand tetap relevan, dan meningkatkan peluang bisnis.
UI yang cantik akan menarik perhatian. UX yang cerdas akan membuat mereka bertahan. Tapi UI/UX yang dirawat dengan cinta? Akan membuat mereka kembali.
Maintenance fokus ke perbaikan dan penyesuaian kecil secara berkala. Redesign adalah perubahan besar dari nol.
Idealnya minimal 1 bulan sekali cek dasar, dan audit besar tiap 3–6 bulan.
Tergantung kompleksitasnya. Perubahan visual bisa ditangani desainer. UX flow bisa dibantu oleh product analyst.
Iya! Plugin builder pun bisa konflik saat update WordPress atau plugin lain.
Flow pengguna dari halaman pertama ke tujuan akhir (seperti checkout). Di sinilah biasanya terjadi masalah besar.
Banget! Google memperhitungkan UX dalam ranking, termasuk Core Web Vitals.
Bisa, asal pakai tools yang tepat dan kerja bareng tim teknis saat eksekusi.
Tidak semua, tapi harus dianalisis. Feedback itu sinyal, bukan perintah langsung.
Kalau user merasa nyaman, gak banyak komplain, dan konversi meningkat maka UX kamu bekerja.
Tidak. UI harus sesuai branding dan memudahkan pengguna, bukan sekadar ikut tren.
Safira Haddad, Penulis Konten Profesional yang berpengalaman 2+ tahun dalam dunia kepenulisan dan berdedikasi di Upgraded.id. Kemampuan utama, SEO dan Content Writing.